Pusat Belanja atau Pusat Jualan?

1 tanggapan

Menurut Wikipedia, mal adalah jenis dari pusat perbelanjaan yang secara arsitektur berupa bangunan tertutup dengan suhu yang diatur dan memiliki jalur untuk berjalan jalan yang teratur sehingga berada diantara antar toko-toko kecil yang saling berhadapan. Karena bentuk arsitektur bangunannya yang melebar (luas), umumnya sebuah mal memiliki tinggi tiga lantai.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mal adalah gedung atau kelompok gedung yang berisi macam-macam toko dengan dihubungkan oleh lorong (jalan penghubung).
Sekilas tidak ada yang berbeda dengan dua definisi di atas. Toh yang dibicarakan sama, yaitu gedung bernama mal. Namun saya ingin memberi sedikit komentar atas dua definisi di atas.

Definisi pertama menyebutkan bahwa mal adalah jenis dari pusat perbelanjaan. Bagaimana jika kita ubah menjadi mal adalah jenis dari pusat penjualan? Mungkin beberapa orang akan mengkonotasikan pusat penjualan dengan toko grosir atau malah bazaar. Padahal di mal juga banyak terdapat penjual. Yang berbeda adalah sudut pandang yang diambil. Cobalah lihat interior, arsitektur mal, kebersihan, fasilitas yang tersedia. Semuanya dibuat dengan tujuan agar konsumen betah berlama-lama di mal (walaupun tidak berbelanja). Konsumenlah yang menjadi pusat perhatian.

Definisi kedua menyebutkan mal adalah gedung yang berisi toko. Toko identik dengan adanya penjual dan pembeli. Sudut pandang yang diambil tidak hanya dari sisi pembeli namun juga dari sisi penjual.

Kata pembeli berkaitan dengan konsumsi sedangkan kata penjual berkaitan dengan produksi. Keduanya harus seimbang. Tingkat konsumsi yang tinggi tanpa diimbangi kenaikan tingkat produksi akan menempatkan masyarakat sebagai konsumen yang mana akan menurunkan tingkat kreativitas masyarakat. Seseorang akan mempunyai kreativitas yang lebih tinggi manakala ia berperan sebagai produsen. Ia dituntut kreatif untuk dapat bersaing dengan produsen lain sehingga jiwa wirausaha akan tumbuh dalam diri orang tersebut. Saya ingat salah satu pepatah dari teman saya yang mengatakan bahwa semua orang kaya adalah penjual. Entah itu penjual barang, jasa, ataupun ide. Dalam jangka panjang, meningkatnya kreativitas tentu akan berdampak positif pada kemajuan bangsa.


Read On

Tamu yang Singgah

0 tanggapan

Waktu berjalan dan hari terus berganti. Bilangan usia bisa bertambah namun jatah hidup tak mungkin dapat kita ubah. Begitulah adanya hidup ini. Bagi yang bijak memanfaatkan waktu, kemenangan lah yang akan didapat. Namun tak jarang yang merugi karena waktu. Rugi karena tidak memanfaatkan waktu untuk meningkatkan iman, beramal shalih, menabur kebajikan serta saling menasehati dalam perkara kebenaran.

Dalam sebuah nasehatnya kepada Umar bin Abdul Aziz, Hasan Al-Bashri mengibaratkan hari yang kita lalui sebagai seorang tamu yang mampir ke rumah dan akan segera pergi meninggalkan kita. Jika tamu tersebut disambut dan dijamu dengan baik, ia akan menjadi saksi bagi kita sebagai tuan rumah, memuji perbuatan kita, dan akan mencintai kita dengan tulus. Tetapi jika sambutan dan jamuan kita buruk terhadapnya, maka hal itu akan terus terbayang di pelupuk mata.

Umur yang tersisa tidak dapat ditukar dengan harga atau tebusan apa saja. Apabila seluruh dunia dikumpulkan, maka ia tidak akan sebanding dengan umur seseorang yang tersisa. Mari kita koreksi diri kita pada hari ini, perhatikan setiap saat yang berlalu, hargailah ia, dan waspadalah terhadap penyesalan ketika maut datang.
Read On